Oleh Mbah
Sukardji Ranuprawiro (70 th.) Mantan Wartawan dan Pejuang GRK
TEMPAT
KERAMAIAN
Tempat
keramaian Kota Malang di jaman penjajahan Belanda sekitar tahun 1930-an tempo
doeloe memang berlokasi di satu kawasan tertentu. Disepanjang Jalan Kayutangan
(sekarang JI. Jenderal Basuki Rachmat), sekitar alun-alun termasuk Jl.
Pegadaian yang dulu bernama ‘Pandhuis Strant’ dan sekarang JI. Sukarjo
Wiryopranoto, Pasar Besar (dulu Pecinan) Jl. Zainul Arifin (dulu Kudusan) dan
Jl. Kabupaten yang dulu bernama ‘Regent Straat’ serta sekarang Jl. KH. Agus
Salim. Tegasnya tidak merata seperti jaman kemerdekaan sekarang.
Mulai pagi
sampai dengan malam hari tempat karamaian kota itu tidak pernah sepi dari arus
lalu-lintas kendaraan. Mulai sepeda pancal sampai kendaraan bermotor serta
derap sepatu pejalan kaki para pelajar, pagawai nageri bakul buah-buahan,
tukang rombeng, pebelanja barang di toko dan pasar serta manusia berseragam
hijau (serdadu Knil) berlalu lalang di tempat keramalan kota itu. Suami isteri
warga kota dan pejalan kaki lainnya bergandeng tangan mesra dan berpapasan
bebas tanpa harus bersentuh badan di alas trotoir yang keadaannya cukup bersih
terawat baik dan lebar itu.
TEMPAT
HIBURAN
Sarana hiburan utama di jaman itu adalah bioskop.
Gedung-gedungnya berlokasi dikawasan tempat kerarmaian kota. Di Kayutangan
terletak gedung bioskop ‘Roxy’ yang sekarang menjadi ‘Mardeka’. Di JI. Merdeka
Timur (dulu ‘Aloen-aloen Oost’), Gedung ‘Rex’ kemudian menjadi ‘Ria’ dan
sekarang berubah menjadi gedung ‘Lippo Bank’. Terletak berdampingan di Jl. KH.
Agus Salim gedung bioskop ‘Globe’ (Surya) dan ‘Grand’ (Agung). Keduanya sekarang
tinggal namanya seja Gadungnya berubah menjadi pusat parbelanjaan ‘Mitra I’. Di
bagian timur Jl. KH. Agus Salim itu terdapat gedung bioskop ‘Atrium’ yang
kemudian menjadi ‘Ratna’ dan sekarang berubah total menjadi pusat perbelanjaan
‘Malang Plaza’.
Kalau semua gedung bioskop itu terbuka untuk umum (seluruh
warga kota) maka ‘Atrium’ itu merupakan gedung bioskop ‘rasialis’. Hanya
orang-orang Belanda saja yang boleh menonton disitu, baik sipil maupun militer.
Hanya golongan bintara serdadu Knil non Belanda saja yang diperbolehkan masuk
menonton pertunjukkan film di ‘Atrium’ dan mereka diharuskan berpakaian seragam
hijau. Di sudut Jl. KH. Agus Salim dan Jl. Zainul Arifin (Kidul Dalem)
berlokasi sebuah gedung bioskop ‘Flora’, tak lagi digunakan sebagai gedung
bioskop tapi berubah fungsi sebagai tempat pertunjukkan wayang orang atau
ketoprak.
Di Jl. Gatot
Subroto (dulu ‘Meubelmaker Straat’) Gang ‘Brintik’ terdapat sebuah gedung
pertunjukkan bernama ‘Orient” dan di jaman ‘tempo doeloe’ digunakan sebagai
tempat pementasan ludruk. Sebuah lainnya lagi di Jl. Gatot Subroto bernama
‘Centrum’ dan sampai sekarang tetap berfungsi sebagai gedung bioskop dengan
nama ‘Jaya’.
Di Jl.
Klenteng berlokasi gedung bioskop ‘Emma’ yang sekarang berubah menjadi ‘Mulia’.
Di gedung ‘Mulia’ itu dulu diputar film-film Indonesia produksi Perusahaan Film
Tan dan Wong Bros. Menampilkan bintang-bintang film hebat seperti Raden
Mochtar, mendiang suami isteri Kartolo – Miss Rukiati (orang tua kandung
penyanyi Rahmat Kartolo), Miss Titing, Miss Annie Landouw (tuna netra), R.
Kosasih, Effendi, Dadang Ismail, R. Djumala, Rodiah dan lain-lain. Perusahaan
Film ‘Java lndustrial Film – JIF’ menampilkan ‘Tarzan Indonesia’ almarhum Moch.
Mochtar, almarhuman Hadidjah (ibu kandung pemain biola terkenal Idris Sardi),
Tan Tjeng Bok (almarhum), M. Bissu (almarhum) dan lain-lain lagi. Setiap kali
memutar film Indonesia produksi kedua perusahaan film itu gedung ‘Emma’ selalu
penuh penonton. Harga karcis di luar loket meningkat beberapa kali lipat. Bahkan
gara-gara selembar karcis bisa menimbulkan perkelahian di antara penonton.
Dalam pada
itu setiap tahun dan hampir secara kebetulan berlangsung di musim hujan hingga
lapangan menjadi becek diselenggarakan Pasar Malam THHK dengan berbagai macam
atraksi di lapangan JI. Nusakambangan sebelum dibangun gedung ‘Cendrawasih’ (Ma
Chung) atau di lapangan JI. Tanimbar sebelum dibangun gedung Perwakilan TNI AL
(Perwal). Kecuali olahraga (tinju, gulat, pencak silat dan lain-lain),
ketoprak, ludruk, wayang-orang, sandiwara dan lain sebagainya di Pasar Malam
THHK itu diselenggarakan ‘Keroncong Concurs’ (festival) merebut kejuaraan Jawa
(Java Championschap) diikuti penyanyi – penyanyi terkenal pada jamannya dari
berbagai pelosok Nusantara seperti antar lain Bram Aceh (Bram Titaley) dar
Jakarta, Tan Tjeng Bok (Jakarta), Paulus Hitam (Malang) serta biduanita Miss
Netty van Bosstraten (Jakarta), Miss Titing (bintang film), Miss Annie Landouw,
Miss Moor (Cirebon), Miss Sulami (Surabaya), Miss Rambat dari Malang dan masih banyak
lainnya lagi untuk disebut satu demi satu.
Di Jl.
Klenteng berlokasi gedung bioskop ‘Emma’ yang sekarang berubah menjadi ‘Mulia’.
Di gedung ‘Mulia’ itu dulu diputar film-film Indonesia produksi Perusahaan Film
Tan dan Wong Bros. Menampilkan bintang-bintang film hebat seperti Raden
Mochtar, mendiang suami isteri Kartolo – Miss Rukiati (orang tua kandung
penyanyi Rahmat Kartolo), Miss Titing, Miss Annie Landouw (tuna netra), R.
Kosasih, Effendi, Dadang Ismail, R. Djumala, Rodiah dan lain-lain. Perusahaan
Film ‘Java lndustrial Film – JIF’ menampilkan ‘Tarzan Indonesia’ almarhum Moch.
Mochtar, almarhuman Hadidjah (ibu kandung pemain biola terkenal Idris Sardi),
Tan Tjeng Bok (almarhum), M. Bissu (almarhum) dan lain-lain lagi. Setiap kali
memutar film Indonesia produksi kedua perusahaan film itu gedung ‘Emma’ selalu
penuh penonton. Harga karcis di luar loket meningkat beberapa kali lipat.
Bahkan gara-gara selembar karcis bisa menimbulkan perkelahian di antara
penonton.
Dalam pada
itu setiap tahun dan hampir secara kebetulan berlangsung di musim hujan hingga
lapangan menjadi becek diselenggarakan Pasar Malam THHK dengan berbagai macam
atraksi di lapangan JI. Nusakambangan sebelum dibangun gedung ‘Cendrawasih’ (Ma
Chung) atau di lapangan JI. Tanimbar sebelum dibangun gedung Perwakilan TNI AL
(Perwal). Kecuali olahraga (tinju, gulat, pencak silat dan lain-lain),
ketoprak, ludruk, wayang-orang, sandiwara dan lain sebagainya di Pasar Malam
THHK itu diselenggarakan ‘Keroncong Concurs’ (festival) merebut kejuaraan Jawa
(Java Championschap) diikuti penyanyi – penyanyi terkenal pada jamannya dari
berbagai pelosok Nusantara seperti antar lain Bram Aceh (Bram Titaley) dar
Jakarta, Tan Tjeng Bok (Jakarta), Paulus Hitam (Malang) serta biduanita Miss
Netty van Bosstraten (Jakarta), Miss Titing (bintang film), Miss Annie Landouw,
Miss Moor (Cirebon), Miss Sulami (Surabaya), Miss Rambat dari Malang dan masih
banyak lainnya lagi untuk disebut satu demi satu.
PERTOKOAN
Seperti
tempat keramalan dan hiburan, maka lokasi pertokoan penjual bermacam-macam
barang, mulai barang pecah-belah, tekstil, pakaian jadi, barang palen, minuman,
makanan dalam kaleng sampai dengan sepatu dan semir sepatu dan lain-lain
berlokasi sepanjang Kayutangan sampai sekitar alun-alun dan Pasar Pecinan. Di sepanjang
Jl. Celaket (Jl. Jagung Suprapto) terdapat toko dan bengkel mobil ‘Tn. Smelt’.
Penjual dan agen (dealer) mobil produksi lnggris, ‘Vauxhall’ dan lain-lain. Di
Celaket bawah yang sekarang menjadi ‘Kartika Prince’, terdapat sebuah toko dan
bengkel mobil ‘Veldrome’ itu kemudian menjadi toko dan bengkel mobil ‘Beretty’.
Agen tunggal mobil bikinan Italia ‘Fiat’ dan di selatannya sebuah toko dan
bengkel mobil ‘Ford’. Sebuah toko dan bengkel mobil lainnya terdapat di JI.
Kauman. Di kawasan keramaian ‘Ivan Dorp’ menempati bangunan di JI. Semeru 2
sedangkan percetakan dan Toko Buku Drukkerij & Bukhandel G. Kolf berlokasi
di mulut Kayutangan Gg. 6. Karenanya umum menamakannya Kayutangan Gg. 6 juga
sebagai Kayutangan Gg. Kolf. Toko permata dan perhiasan juga terdapat di
Kayutangan di antaranya Juwelier ‘Tan’, Juwelier ‘Tio’ di dekat Percetakan dan
Toko Buku G. Kolf sedangkan toko alat potret dan film ‘Fotax’ terdapat di mulut
Kayutangan Gg. 4. Karenanya sampai sekarang terkenal dengan nama ‘Kayutangan
Gg. Fotax’. Bangunan ‘Juwelier Tan’ sekarang menjadi bangunan Bank Arta Niaga
Kencana, sedangkan bekas bangunan Juwelier ‘Tio’ ditempati kantor penjualan
tiket pesawat terbang dan kapal laut. Di Kayutangan itu tempo doeloe terdapat
tiga toko barang palen, minuman dan makanan dalam kaleng. Toko ‘Soen’, ‘Sin’
dan ‘Piet Goan’.
Toko ‘Soen’
bersama restaurant dan pabrik roti ‘Wiener’ sekarang menjadi bangunan BNI 46,
sedangkan bekas Toko ‘Piet Goan’ menjadi kantor Bank Harapan Santosa. Toko
pakaian, mode dan barang lainnya ‘Onderling Belang’ juga terdapat di
Kayutangan. Di sebelah utara Gedung Bioskop ‘Merdeka’ itu dulu berlokasi
redaksi harian ‘De Oosthoek Bode’ dan ‘De Malanger’. Agak ke utara lagi
terdapat restaurant dan pabrik roti ‘Hazes’ dan di dekat perempatan Jl. Kahuripan
/ Jl. Semeru terdapat Apotik ‘MIM’ dan toko senjata (Wapen Handel) ‘Knies’ dan
keduanya sekarang menjadi gedung BCA. Apotik di kota Malang waktu itu antara
lain ‘De Rijzen de Zon’ (Matahari) di Kayutangan, Apotik ‘Kota’ (Stands
Apotheck) di Jl. Sukardjo Wiryopranoto dan Apotik ‘Boldy’ di Jl. Gatot Subroto.
Di antara
toko-toko Jepang di Pecinan, ‘Taiyo’ , ‘Saeki’, ‘Bromo’ dan ‘Mikado’ hanya toko
‘Takauchi’ di Pecinan Wetan yang paling banyak dikunjungi para pelajar yang
‘nakal-nakal’ dan pandai main ‘Matematika’. Seorang pelajar datang membeli
sebatang pensil. Di ‘matematika’- nya menjadi beberapa batang dan kadang-kadang
masih bisa ‘menggantol’ sebotol tinta, penggaris, penghapus dan alat tulis
lainnya. Jepang pemilik toko itu mengetahui dan melihat permainan para pelajar
Belanda, Indonesia, Tionghoa dan lain-lain itu, tapi dibiarkan saja. Bankan
tetap dilayani ramah, hingga hampir seluruh pelajar menjadi ‘pelanggan’ toko
‘Takauchi’. (SR/IM)
No comments:
Post a Comment